aceh lon sayang

Minggu, 30 Oktober 2011

kurikulum


A.      Pendahuluan
Pendidikan di negara kita ini sangatlah memprihatinkan jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Korea Selatan, Singapora, Jepang, Taiwan, India, China dan Malaysia ataupun negara-negara lain yang sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat pada bidang pendidikan. Pada satu sisi, betapa dunia pendidikan di Indonesia saat ini dirundung masalah yang besar, sedangkan pada sisi lain tantangan memasuki milenium ketiga tidak bisa dianggap main-main.
Sedangkan tantangan yang dihadapai agar tetap “hidup” memasuki milenium ketiga adalah perlunya diupayakan :
1. Pendidikan yang tanggap terhadap situasi persaingan dan kerjasama global.
2. Pendidikan yang membentuk pribadi yang mampu belajar seumur hidup.
3. Pendidikan yang menyadari sekaligus mengupayakan pentingnya pendidikan nilai.
Mantan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Abdul Malik Fajar mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia sangatlah buruk di kawasan Asia.
Dengan kondisi pemerintah sekarang yang masih harus menanggung beban krisis yang begitu berat, rasanya tidaklah tepat apabila kita menunggu kebijakan dari pemerintah pusat untuk membenahi kondisi pendidikan kita. Sehingga semua pihak yang bertanggung jawab atas kondisi dan sistem pendidikan yang ada di negara kita hendaknya ikut memikirkan bagaimana caranya agar pendidikan di Indonesia dapat mengalami kemajuan seperti negara-negara lain.
Berdasarkan uaraian diatas alangkah berdosanya kalau kita sebagai generasi bangsa tidak ikut bertanggung jawab atas sistem pendidikan di negara kita tercinta ini. Di samping itu kita akan melihat kurikulum pendidikan di Indonesia yang sudah beberapa tahun ini mengalami reformasi kurikulum yaitu dari kurikulum tahun 1947,1968,1975, 1984, 1994, 2004 dan KTSP 2006 hingga sekarang.
Dalam pembahasan nanti kita akan melihat gambaran dan karakteristik dari masing-masing kurikulum tersebut, sehingga kita akan mengetahui kelemahan ataupun kelebihan dari masing-masing kurikulum tersebut.
Bila kurikulumnya di desain dengan sistematis dan komprehensif serta integral dengan segala kebutuhan pengembangan dan pembelajaran anak didik, tentu out put pendidikan akan mampu mewujudkan harapan. Tetapi bila tidak, kegagalan demi kegagalan akan terus menghantui dunia pendidikan.
B. Pembahasan
1. Pengertian kurikulum
Kurikulum merupakan segala aktivitas yang dilakukan sekolah dalam rangka mempengaruhi anak dalam belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Disamping pengertian diatas ada juga yang mengartikan kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar mengajar.
2. Gambaran dan ciri kurikulum yang pernah digunakan di indonesia
Dunia pendidikan di Indonesia sudah berkali-kali melakukan perubahan kurikulum hal ini dilakukan dalam rangka menyempurnakan system pendidikan di Indonesia yang dinilai sangat buruk dikawasan asia. Perjalanan kurikulum pendidikan di Indonesia meliputi:
a. Kurikulum 1947
Kurikulum yang pertama kali diberlakukan di sekolah Indonesia pada awal kemerdekaan ialah kurikulum 1947 yang dimaksudkan untuk melayani kepentingan bangsa Indonesia. Penerbitan UU No. 4 tahun 1950 merumuskan pula tujuan kurikulum menurut jenjang pendidikan. Sekolah mengharuskan menyempurnakan kurikulum 1947 agar lebih disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa Indonesia. Berikut ini ciri-ciri Kurikulum 1947 :
1. sifat kurikulum Separated Subject Curriculum (1946-1947),
2. menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah,
3. jumlah mata pelajaran : Sekolah Rakyat (SR) – 16 bidang studi, SMP-17 bidang studi dan SMA jurusan B-19 bidang studi
b. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 ditandai dengan pendekatan peng-organisasian materi pelajaran dengan pengelompokan suatu pelajaran yang berbeda, yang dilakukan secara korelasional (correlated subject curriculum), yaitu mata pelajaran yang satu dikorelasikan dengan mata pelajaran yang lain, walaupun batas demokrasi antar mata pelajaran masih terlihat jelas. Muatan materi masing-masing mata pelajaran masih bersifat teoritis dan belum terikat erat dengan keadaan nyata dalam lingkungan sekitar. Pengorganisasian mata pelajaran secara korelasional itu berangsur-angsur mengarah kepada pendekatan pelajaran yang sudah terpisah-pisah berdasarkan disiplin ilmu pada sekolah-sekolah yang lebih tinggi.
Berikut ciri-ciri kurikulum 1968 :
1. sifat kurikulum correlated subject,
2. jumlah mata pelajaran SD-10 bidang studi, SMP-18 bidang studi (Bahasa Indonesia dibedakan atas Bahasa Indonesia I dan II), SMA jurusan A-18 bidang studi,
3. penjurusan di SMA dilakukan di kelas II, dan disederhanakan menjadi dua jurusan, yaitu Sastra Sosial Budaya dan Ilmu Pasti Pengetahuan Alam (PASPAL).
c. Kurikulum 1975
Di dalam kurikulum 1975, pada setiap bidang studi dicantumkan tujuan kurikulum, sedangkan pada setiap pokok bahasan diberikan tujuan instruksional umum yang dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai satuan bahasan yang memiliki tujuan instruksional khusus. Dalam proses pembelajaran, guru harus berusaha agar tujuan instruksional khusus dapat dicapai oleh peserta didik, setelah mata pelajaran atau pokok bahasan tertentu disajikan oleh guru. Metode penyampaian satun bahasa ini disebut prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Melalui PPSI ini dibuat satuan pelajaran yang berupa rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Ciri-ciri kurikulum 1975:
1. Berorientasi pada tujuan
2. Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
3. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
5. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
d. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 pada hakikatnya merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975. Asumsi yang mendasari penyempurnaan kurikulum 1975 ini adalah bahwa kurikulum merupakan wadah atau tempat proses belajar mengajar berlangsung yang secara dinamis, perlu senantiasa dinilai dan dikembangkan secara terus menerus sesuai dengan kondisi dan perkembangan masyarakat..
Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berorientasi kepada tujuan instruksional.
2. Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
3. Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
4. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
5. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
6. Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajar mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya.
Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.
g. Kurikulum 1994
Dengan mendasarkan kepada seluruh proses penyusunan kurikulum pada ketentuan-ketentuan yuridis dan akademis di atas, maka diharapkan kurikulum 1994 telah mampu menjembatani semua kesenjangan yang terdapat dalam dunia pendidikan di sekolah. Namun, harapan itu sepertinya tidak terwujud sebagaimana diperlihatkan oleh sedemikian banyak dan gencarnya keluhan pengelola pendidikan mengenai berbagai kelemahan dan kekurangan kurikulum 1994.
Adapun ciri-ciri kurikulum 1994 adalah sebagai berikut :
1. Sifat kurikulum objective based curriculum,
2. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
3. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
4. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia.
5. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial
6. Nama SMP dan SLTP kejuruan diganti menjadi SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama),dan SMA diganti SMU (Sekolah Menengah Umum)
7. Penjurusan di SMU dilakukan di kelas II, f) penjurusan dibagi atas tiga jurusan, yaitu jurusan IPA, IPS, dan Bahasa,
8. SMK memperkenalkan program pendidikan sistem ganda (PSG)
Aspek yang dikedepankan dalam kurikulum 1994 ialah terlalu padat, sehingga sangat membebani siswa yang berpengaruh pada merosotnya semangat belajar siswa, sehingga mutu pendidikan pun semakin terpuruk. Akibatnya adalah siswa enggan belajar lama di sekolah. Jika sejak awal siswa dicemaskan dengan mata pelajaran yang menjadi momok di sekolah, maka mereka akan menjadi bosan dan kegiatan belajar mengajar menjadi menyebalkan.
Selain itu, penetapan target kurikulum 1994 dinilai dan dikecam berbagai pihak antara lain sebagai dosa teramat besar dari departemen pendidikan dan kebudayaan yang mengakibatkan kemerosotan kualitas pendidikan secara berkesinambungan tanpa henti , bahwa adanya target kurikulum telah menjadi salah satu factor pemicu untuk penggantian kurikulum baru. Kurikulum 1994 yang padat dengan beban yang telah menghambat diberlakukannya paradigma baru pendidikan dari siswa kepada guru, yang menuntut banyak waktu untuk menyampaikan pandangan dalam rangka pengelolaan pendidikan. Kurikulum yang padat juga melanggengkan konsep pengajaran satu arah, dari guru murid, karena apabila murid diberikan kebebasan mengajukan pendapat, maka diperlukan banyak waktu, sehingga target kurikulum sulit untuk tercapai.
h. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Harapan masyarakat terhadap kurikulum pendidikan di Indonesia, pada hakikatnya adalah adanya komunikasi dua arah yang memungkinkan kegiatan belajar mengajar menjadi interaktif dan menyenangkan, baik bagi siswa maupun bagi guru. Belajar menyenangkan itulah sebenarnya konsep pendidikan yang dapat membawa peserta didik (siswa) untuk menguasai kompetensi akademik, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian. Harapan-harapan inilah yang seharusnya diakomodasi di dalam penyusunan kurikulum.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang hanya berlaku sampai tahun 2006 di sekolah-sekolah pada dasarnya adalah merupakan gagasan dari Kurikulum Berbasis Kemampuan Dasar (KBKD) yang memfokuskan pada wujud pertumbuhan dan perkembangan potensi peserta didik. KBK merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Berhubung kurikulum 2004 yang memfokuskan aspek kompetensi siswa, maka prinsip pembelajaran adalah berpusat pada siswa dan menggunakan pendekatan menyeluruh dan kemitraan, serta mengutamakan proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning atau CTL)
Dalam pelaksanaan kurikulum yang memegang peranan penting adalah guru. Guru diibaratkan manusia dibalik senjata kosong yang tidak berpeluru. Oleh karena itu, diperlukan kreativitas guru untuk mengisi senjata itu dan membidiknya dengan cermat dan tepat mengenai sasaran. Keberhasilan kurikulum lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kompetensi guru. Oleh karenanya, tidak berlebihan apabila dalam diskusi mengenai “Potret Pendidikan di Indonesia dan Peran Guru Swasta”, J. Drost (2002) menegaskan bahwa materi kurikulum, terutama untuk mata pelajaran dasar, di seluruh dunia pada dasarnya sama. Yang membedakannya adalah cara guru mengajar di depan kelas.
Inti dari KBK adalah terletak pada empat aspek utama, yaitu : 1) kurikulum dan hasil belajar, 2) pengelolaan kurikulum berbasis sekolah, 3) kegiatan belajar mengajar, dan 4) evaluasi dengan penilaian berbasis kelas.
Kurikulum dan hasil belajar memuat perencanaan pengembangan kompetensi peserta didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai usia 18 tahun. Kurikulum dan hasil belajar ini memuat kompetensi, hasil belajar dan indikator dari TK (Taman Kanak-kanak) dan Raudhatul Athfal (RA) sampai dengan kelas XII (kelas III SMA). Penilaian berbasis kelas memuat prinsip, sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik melalui identifikasi kompetensi atau hasil belajar yang telah dicapai, pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai, serta peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan. Kegiatan belajar mengajar memuat gagasan pokok tentang pembelajaran dan pengajaran untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan, serta gagasan-gagasan pedagogis dan andragogis yang mengelola pembelajaran agar tidak mekanistik. Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Pola ini dilengkapi pula dengan gagasan pembentukan jaringan kurikulum (curriculum council), pengembangan perangkat kurikulum, antara lain silabus, pembinaan professional tenaga kependidikan, dan pengembangan sistem informasi kurikulum.
Peran dan tanggung jawab dalam pengelolaan kurikulum berbasis sekolah diberikan kepada sekolah. Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota, Dinas Pendidikan Provinsi dan Tingkat Pusat. Peran dan tanggung jawab sekolah untuk meningkatkan komunikasi dengan berbagai pihak untuk mensosialisasikan konsep KBK, menetapkan tahap dan administrasi KBK, menata ulang KBK penempatan guru pada kelas secara optimal, memberdayakan semua sumber daya dan dana sekolah, termasuk dalam melibatkan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah untuk pelaksanaan kurikulum secara bermutu
i. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Kurikulum 2006 atau yang dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan yang berlaku dewasa ini di Indonesia. KTSP diberlakukan mulai tahun ajaran 2006/2007 yang menggantikan kurikulum 2004 (KBK). Kurikulum ini lahir seiring dengan pemberlakuan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Salah satu perbedaan KTSP dibandingkan dengan kurikulum yang pernah berlaku sebelumnya di Indonesia adalah terletak pada sistem pengembangannya. Pengembangan kurikulum sebelum KTSP dilakukan secara terpusat (sentralistik), sedangkan KTSP merupakan kurikulum operasional yang dikembangkan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan karakteristik dan perbedaan daerah (desentralistik).
KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, dan silabus. Secara substantive, pemberlakuan kurikulum 2006 merupakan implementasi regulasi yang telah dikeluarkan yaitu PP no 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar) dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter.
Dengan demikian, kurikulum 2006 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual, maupun klasikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning out comes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsure edukatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Sebagai kurikulum operasional di tingkat satuan pendidikan, KTSP memiliki peluang untuk dikembangkan oleh satuan pendidikan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2. Beragam dan terpadu.
3. Tanggap terhadap perkembangan Iptek .
4. Relevan dengan kebutuhan masa kini dan masa datang.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
6. Belajar sepanjang hayat
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan daerah.
Pada hakikatnya KTSP merupakan kelanjutan dari kurikulum 2004. Sebab tidak banyak perubahan berarti yang dilakukan. Yang tampak jelas berubah adalah penentuan mata pelajaran masing-masing bidang studi dengan penjabaran aspek-aspeknya. Persoalan baru itulah yang dirasakan oleh guru menjadi beban berat. Belum lagi soal kerepotan dan kerumitan nilai dalam proses evaluasi belajarnya.
Dengan dasar Permendiknas Nomor 22, 23 dan 24 tentang Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta peraturan pelaksanaannya, maka kurikulum 2006 diberlakukan untuk menyempurnakan kurikulum sebelumnya yang baru berusia dua tahun.
Dalam pelaksanaannya kurikulum terbaru tersebut mengalami berbagai kendala. Terutama persoalan minimnya sosialisasi dan kesiapan sarana dan prasarana pendukung pendidikan dan terutama sekali kesiapan guru dan sekolah untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum sendiri. Namun oleh Depdiknas persoalan itu diantisipasi dengan diluncurkannya panduan KTSP yang disusun oleh BSNP. Kenyataannya sampai saat ini kurikulum 2006 itu terkesan masih dijalankan dengan setengah hati karena berbagai kebijakan dan landasan yuridisnya belum dipenuhi secara konsekuen oleh pemerintah.
Disamping masalah itu juga ada masalah lain dari kurikulum ini yaitu karena jam pelajaran dikurangi maka para guru honorer akan berkurang penghasilannya.
Hal ini juga harus diperhatikan demi kesejahteraan guru dan demi kelancaran proses pengajaran.
Perbedaan mendasar yang terdapat dalam kurikulum 2006 dibandingkan kurikulum sebelumnya adalah kurikulum 2006 bersifat desentralistik artinya sekolah diberi kewenangan secara penuh untuk menyusun rencana pendidikan dengan mengacu pada standar yang telah ditetapkan (SI dan SKL) mulai dari tujuan, visi dan misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya. Namun, kewenangan dan kebebasan sekolah tersebut dalam penyelenggaraan program pendidikannya tetap harus disesuaikan dengan (1) Kondisi lingkungan sekolah, (2) kemampuan peserta didik, (3) sumber belajar yang tersedia, dan (4) kekhasan daerah. Dalam pelaksanaannya, orang tua dan masyarakat dapat berperan dan terlibat secara aktif sebagai mitra sekolah dalam mengembangkan program pendidikannya.
C. Kesimpulan
Perjalanan pendidikan dan kurikulumnya sepanjang sejarah bangsa Indonesia merdeka, menunjukkan praktek pendidikan tidak pernah lepas dari metode uji coba kebijaksanaan di bidang pendidikan. Begitu mudah berubah. Kurikulum pendidikan yang seharusnya tidak gampang diubah, sebelum ada pengkajian dan riset yang mendalam, telah menyebabkan sekor pendidikan di tanah air belum mampu mengatasi ketertinggalan bangsa ini dalam mengikuti kompetisi regional dan global.
Dampak berikutnya, banyak kebijakan yang dilakukan sebagai kebijakan yang bersifat instant dan tidak didasari atas pertimbangan pedagogis edukatif. Ke depan yang perlu dilakukan bukan mengkutak-katik kurikulum yang sudah ada, melainkan kita harus memusatkan perhatian yang serius pada pembenahan infrastruktur persekolahan yang banyak mengalami kerusakan, seperti gedung-gedung, sekolah yang telah runtuh dimakan usia. Selain itu perhatian serius juga harus dipusatkan pada peningkatan kesejahteraan tenaga guru dan dosen, pemberian akses kesempatan belajar yang seluas-luasnya bagi anak-anak didik sebagai garda terdepan bangsa dalam memajukan pendidikan nasional.
Catatan sejarah tentang pelapukan terhadap praktik pendidikan dan kurikulumnya, harus segera diperbaiki kembali dengan memfokuskan perhatian pada isi, visi, misi dan orientasi pendidikan yang berlandaskan pada pendidikan untuk semua rakyat Indonesia tanpa terkecuali.
Saatnyalah pemerintah menjadikan pilar pendidikan sebagai prioritas utama pembangunan nasional bangsa ke depan. Saya khawatir sepuluh tahun yang akan dating bangsa kita akan menjadi bangsa buruh atau kuli di negerinya sendiri. Sekarang saja kita jauh tertinggal dengan Negara-negara sesama anggota ASEAN lainnya. Kalau tidak segera pendidikan di tanah air dijadikan prioritas utama pembangunan, sebenarnya secara kultural, bangsa ini sudah menggali liang lahatnya sendiri. Semoga hal ini tidak terjadi dan menjadi mimpi buruk bagi bangsa kita.
D. Daftar pustaka
http://isfana-tadzkirah.blogspot.com/2009/07/kelebihan-dan-kelemahan-ktsp.html
http://ridwanudin.wordpress.com/perbandingan-kurikulum/
indriatisukorini.wordpress.com/2009/03/16/indryktp08-6/
rbaryans.wordpress.com/…/16/bagaimanakah-perjalanan-kurikulum-nasional-pada-pendidikan-dasar-dan-menengah/ – 108k)
sanjaya,wina,Dr. M.Pd.Pembelajaran dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi,Jakarta:kencana prenada media group.
Syafruddin,M.Pd,Dr,H, guru professional dan implementasi kurikulum,Jakarta: ciputat press,2002
B.     Dalam pengalaman sehari-hari, sering didengarkan istilah fungsi. Fungsi membawa akibat pada adanya hasil. Jika sesuatu itu berfungsi maka berakibat pada adanya hasil. Demikian juga sebaliknya, jika sesuatu itu tidak berfungsi akan berakibat pada tidak tercapainya hasil yang diharapkan (tujuan).
Atas dasar tersebut, dapat dikatakan bahwa fungsi kurikulum berkaitan dengan komponen-komponen yang ada dan mengarah pada tujuan-tujuan pendidikan. Menurut Dakir (2004:13) beberapa komponen dalam kurikulum yang harus menunjukkan arah pada pencapaian tujuan pendidikan adalah: (1) perencanaan yang telah disusun, (2) komponen materi yang telah direncanakan, (3) metode/cara yang telah dipilih, dan (4) penyelenggara pendidikan dalam fungsinya melaksanakan tugas sesuai dengan tujuan pendidikan.
Secara ringkas, Ladjid (2005:3) mengemukakan tiga fungsi kurikulum, dengan berfokus pada tiga aspek:
1. Fungsi kurikulum bagi sekolah yang bersangkutan tersebut, sebagai alat untuk mencapai seperangkat tujuan pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan sehari-hari.
2. Fungsi kurikulum bagi tataran tingkat sekolah, yaitu sebagai pemeliharaan proses pendidikan dan penyiapan tenaga kerja.
3. Fungsi bagi konsumen, yaitu sebagai keikutsertaan dalam memperlancar pelaksanaan program pendidikan dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan program yang serasi.
C.     Selain itu, beberapa fungsi lain dari kurikulum tidak hanya menyangkut mereka yang berada di dalam lingkungan sekolah saja, tetapi fungsi-fungsi kurikulum juga menyangkut berbagai pihak di luar lingkungan sekolah, seperti para penulis buku ajar dan bahkan para masyarakat (stakeholder). Bahkan sekarang ini, penyusunan kurikulum justru melibatkan berbagai lapisan (stakeholder) yang memang secara langsugn atau tidak langsung akan turut mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keberlakukan sebuah kurikulum.
a. Fungsi kurikulum bagi penyusun buku ajar
Bagi para penyusun buku ajar, memahami kurikulum merupakan keharusan, karena untuk dapat menyusun buku ajar yang sesuai dengan kehendak kurikulum maka cara satu-satunya adalah membaca dan memahami kurikulum itu sendiri.
Para penulis buku ajar mestinya mempelajari terlebih dahulu kurikulum yang berlaku waktu itu. Untuk membuat berbagai pokok bahasan maupun sub pokok bahasan, hendaknya penulis buku ajar membuat analisis instruksional terlebih dahulu. Kemudian menyusun Garis-garis Besar Program Pelajaran (GBPP) untuk mata pelajaran teretentu, baru berbagai sumber bahan yang relevan (Dakir, 2004)
Dengan menggunakan kurikulum yang berlaku sebagai pedoman, buku ajar yang disusun dapat mencapai target dan tujuan pembelajaran sebagaimana yang telah tertuang di dalam kurikulum. Buku ajar yang disusun dengan baik dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku, akan menjadi pedoman bagi guru terhadap buku ajar yang digunakannya, sehingga tidak menimbulkan kerancuan terhadap bahan yang diajarkan.
D.    b. Fungsi kurikulum bagi guru
Dapat dikatakan bahwa kurikulum bagi seorang guru diibaratkan sebagai kompas, yakni kurikulum adalah pedoman bagi guru dalam usaha kegiatan belajar mengajar. Seperti diketahui bahwa setiap proses pembelajaran memiliki target capaian berupa tujuan. Dengan kata lain, tujuan pendidikan dan pengajaran telah harus diketahui oleh guru sebelum mengajar. Oleh karena itu sebelum mengajar, guru sudah harus mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan, termasuk strategi yang tepat dari mata pelajaran yang akan disajikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Abdurrahman (1994:93) mengemukakan, ”untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan, diperlukan adanya strategi belajar mengajar yang tepat.” Untuk itu harus dilakukan telaah, perkiraan dan perencanaan yang baik, dengan kata lain, pendidikan dan pengajaran harus dikelola dan direncanakan dengan baik.
Namun bagi guru baru, diingatkan oleh Dakir (2004) bahwa sebelum mengajar pertama-tama yang perlu dipertanyakan adalah kurikulumnya. Setelah itu barulah Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) dan selanjutnya guru mencari berbagai sumber yang terkait dengan mata pelajaran yang diajarkannya.
Secara keseluruhan, kurukulum dibutuhkan oleh guru sebagai pedoman, baiak sebelum melakukan kegiatan pembelajaran ataupun pada saat proses belajar mengajar, dan bahkan sesudah proses pembelajaran tersebut berlangsung.
Nurdin dan Usman (2002) mengemukakan bahwa salah satu tahapan mengajar yang harus dilalui oleh guru profesional adalah menyusun perencanaan pengajaran atau dengan kata lain disebut dengan mendesain program pengajaran. Setyiap guru dituntut untuk mampu menyusun rencana pembelajaran yang akan lakukan di kelas. Secara detail guru seharusnya telah memiliki tahapan yang jelas tentang kegiatan yang akan dilakukannya sepanjang dia berada di kelas. Hal ini tidak hanya membantu guru di dalam mengajar, tetapi juga akan membantu guru dalam mengelola kelas secara efektif dan efisien.
Dalam implementasi kurikulum atau pelaksanaan pengajaran, mendesain program pengajaran, melaksanakan proses belajar mengajar dan menilai hasil belajar siswa merupakan rangkaian kegiatan yang saling berurutan dan tak terpisah satu sama lainnya (terpadu).
c. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah
Kepala sekolah adalah manajer di sekolah, dalam pengertian bahwa kepala sekolah melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, pengawasan dan lain sebagainya di sekolah yang dipimpinnya. Sekolah adalah salah satu bentuk organisasi, di mana di dalamnya terdapat manajemen. Kast dan Rosenzweig (1996:569) mengemukakan bahwa:
Manajemen merupakan kekuatan utama dalam organisasi untuk mengkoordinir sumber daya manusia dan material, dan para manajer bertanggung jawab untuk pelaksanaan organisasionalnya, baik untuk hasil sekarang maupun untuk potensi masa datang.
E.     Dalam kaitan kurikulum, kepala sekolah bertanggung jawab agar setiap guru yang berada di bawah pimpinannya tahu dan memahami setiap kurikulum yang sedang berlaku, dan untuk selanjutnya kepala sekolah bertindak untuk melakukan supervisi. Hamalik (dalam Dakir, 2004:16) mengemukakan bahwa:
Supervisi adalah semua usaha yang dilakukan supervisor dalam bentuk pemberian bantuan, bimbingan, pengarahan, motivasi, nasihat dan pengarahan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar yang pada gilirannya meningkatkan hasil belajar.
F.      Pengertian supervisi di atas, mengamanahkan kepada kepala sekolah bahwasanya kepala sekolah bertanggung jawab terhadap sosialisasi setiap kebijakan pendidikan dan pengajaran bahkan bertanggung jawab untuk terlaksananya kebijakan-kebijakan tersebut di tingkat sekolah. Hal inilah yang diingatkan oleh Komariah dan Triatna (2005) bahwa kepemimpinan pendidikan yang diperlukan saat ini adalah pemimpin yang memiliki sikap tanggap dan cepat dalam mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Melalui kurikulum kepala sekolah dapat melakukan tugas pembinaan kepada para guru sehingga akan diketahui berbagai kekurangan dan kelemahan proses yang sedang berlangsung.
d. Fungsi kurikulum bagi masyarakat
Fungsi kurikulum bagi masyarakat, sesunguhnya juga akan menggambarkan fungsi sekolah bagi masyarakat. Artinya, kurikulum akan mengambarkan berbagai muatan yang akan diemban oleh sekolah.
Ada anggapan masyarakat yang menganggap bahwa fungsi sekolah adalah menjadi inspirattor dan menjadi motor penggerak (agent of change) bagi setiap perubahan (Nasution, 2004). Jika demikian, tentu akan sangat banyak yang diharapkan masyarakat dari sekolah. John Dewey (dalam Nasution, 2004) mengemukakan bahwa lembaga pendidikan sekolah adalah institusi yang paling efektif untuk melakukan rekonstruksi dan memperbaiki masyarakat melalui pendidikan individu. Bahkan G.S.Counts (dalam Nasution, 2004:157) lebih jauh dari itu; dengan mengemukakan bahwa ”pendidikan tidak hanya harus membawa perubahan dalam masyarakat akan tetapi mengubah tata sosial dan mengatur perubahan sosial.”
Jika demikian fungsi dan tugas yang diemban sekolah, maka hal itu sangat tergantung kepada kurikulum, karena kurikulum adalah pedoman dari semua kegiatan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kurikulum berperan sangat besar dalam mempercepat terjadinya proses perubahan sosial di dalam masyarakat. Teori sosiologi mengatakan bahwa: Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan, Perubahan mana dapat berupa perubahan yang tidak menarik atau kurang mencolok. Ada pula perubahan–perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun amat luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali akan tetapi ada pula perubahan yang amat cepat (Soekanto, 1996). Ini pula yang menjadi salah satu alasan mengapa kemudian kurikulum perlu dikembangkan atau bahkan mungkin diadakan perubahan. Hal itu semata-mata karena terjadinya dinamika dalam kehidupan sosial masyarakat.
Seiring dengan itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan di bidang teknologi ini telah mengakibatkan perubahan-perubahan yang sangat fantastis, drastis dan signifikan dalam kehidupan umat manusia di hampir segala aspek kehidupan (Bastian, 2002).
Membangun masyarakat melalui pendidikan adalah keharusan yang sangat mendesak dan tidak boleh ditawar-tawar. Bastian (2002:13) mengemukakan bahwa : ”Bangsa yang tidak mampu untuk mengantisipasi perkembangan disebabkan kesalahan sistem pendidikannya yang tidak berorientasi pada pengembangan potensi pembawaan generasi mudanya secara maksimal.” Sistem pendidikan sangat tergantung dari cara pandang suatu bangsa akan pengertian apa sebenarnya hakikat pendidikan tersebut.
Prinsip Pengembangan Kurikulum
Prinsip Pengembangan KurikulumPengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
  1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
  2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
  3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
  4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
  5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
  1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
  2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
  3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
  4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
  5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
  6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
  7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum
Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.

0 komentar:

Posting Komentar